Keraguan Pria, Penantian Wanita

Oleh : Siti Fathiyah Khotib, LC, MA

Berpasang-pasangan merupakan salah satu karakteristik ciptaan Allah. Siang dan malam; gelap dan terang; daratan dan laut; kebaikan dan keburukan. Semua itu merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah “Maha Suci Dzat yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan darimereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui ( QS. Yasin : 36).

Sebagai makhluk Allah, manusia juga tak lepas dari karakteristik berpasangan berupa pria dan wanita. Dalam diri mereka Allah tanamkan perasaan dan naluri saling memerlukan dan mencintai yang menurut Islam dipandang sebagi bagian dari Rahmat Allah kepada hamba Nya. Perasaan saling mencintai tersebut tidak dikekang dan tidak pula dibebaskan tanpa aturan, namun disalurkan dengan cara yang elegan dan terhormat yang memelihara martabat kemanusiaannya dalam bentuk ikatan perkawinan. Disinilah letak signifikasinya anjuran Rasulullah saw kepada umatnya untuk segera menikah. “Nikah merupakan sunnahku, dan barang siapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia tidak termasuk golonganku” (HR. Ibn Majah)

Bahkan tidak sekedar itu, Rasulullah saw mendorong umatnya untuk segera menikah bagi yang sudah mampu untuk melaksanakannya :"Wahai para pemuda barang siapa yang sudah mampu untuk melaksanakan pernikahan maka hendaklah ia menikah, barang siapa yang tidak mampu maka hendak ia berpuasa karena hal itu menjadi tameng baginya" (HR. Bukhari)

Manakala mencermati pesan Rasulullah saw dalam hadits tersebut ditujukan kepada para pemuda maka dapatlah difahami bahwa dari dimensi waktu, Islam menghendaki seseorang yang mampu agar segera menikah di waktu muda dan tidak menunda-nundanya. Di sisi lain, Rasulullah saw melarang umatnya untuk hidup membujag yang bertentangan dengan naluri manusia, sebagaimana diriwayatkan dari Samrah bahwa : Rasulullah saw melarang hidup membujang" (HR. Tirmidzi). Anjuran untuk segera menikah jika sudah mampu dan larangan hidup membujang karena banyakknya dampak negatif darikehidupan semacam itu baik dari sisi psikologis atau sosial.

Satu alasan yang sering mengemuka bagi orang yang belum menikah adalah belum siap secara finansial, mental atau lainnya. Namun seringkali terjadi standar kesiapan secara finansial ditakar kelewat tinggi sehingga sebenarnya ketidaksiapan mental lebih dominan. Sebenarnya Islam tidak memasang standar yang berlebihan dalam kesiapan finansial ini. Islam hanya menganjurkan kesiapan yang wajar menurut kemampuan seseorang. Karena Allah berjanji untuk memberikan kecukupan bagi orang yang kurang mampu yang mau menikah. "Dan nikahikah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (untuk nikah) diantara hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka fakir maka Allah yang memberikan kecupkupan kepada mereka dari karunia Nya.

Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw emnjelaskan : "Ada tiga kelompok manusia dimana Allah akanmemberikan bantuan kepada mereka; orang yang menikah dalam rangka memelihara kesucian, hamba sahaya yang mau melunasi pembayaran kemerdekaannya dan orang yang berperang di jalan Allah" (HR. Tirmidzi).

Sebuah perkawinan akan terbangun manakala kesiapan puhak pria utnuk mengayunkan gayung lamaran disambut oleh pihak wanita. Untuk itulah seyogyanya kaum wanita (dan juga pria) wajar dalam menetapkan kriteria bagi pasangannya. Dalam kaitan ini Rasulullah saw memberikan tuntunan. "Wanita itu dinikahi karena 4 hal; kecantikan, kekayaaan, keturunan dan agamanya. Maka pilihkah yang memiliki agama, niscaya kamu beruntung."

Sekalipun pesan tersebut ditujukan kepada kaum pria namun juga meliputi kaum perempuan. Bahkan jika menilik lembaran kehidupan sahabat dan para salafus shaleh, didapati bahwa gayung perkawinan juga diayunkan oleh pihak wanita. Umar bin Khattabb, misalnya meminang Abu Bakar lalu Utsman buat puterinya Hafshah, sekalipun akhirnya Rasulullah yang menerimanya. Lebih dari itu, Khadijah menawarkan diri untuk dinikahi Rasulullah saw. Wallahu a'lam.

sumber My Qur'an


By Badroe with No comments

Cahaya

Oleh : Muhammad Badrushshalih

"Ya Allah jadikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah di dalam pendengaran dan penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakang dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya, dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya dan jadikanlah aku cahaya"(HR. Muslim dan Abu Dawud)

By Badroe with No comments

Kumpulan Motivasi

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Beberapa kumpula materi yang insya Alloh dapat memberikan pelajaran dan jugasebagai perenungan bagi kita semua. Semoga bisa bermanfaat. Amin

By Badroe with No comments

Penulisan Wallahu a’lam

Oleh : Islam sejuk

Penulis artikel keagamaan (Islam) atau media Islam lazimnya mengakhiri tulisan dengan kalimat Wallahu a’lam (artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Mahatahu/Maha Mengetahui). Sering ditambah dengan bish-shawabi menjadi Wallahu a’lam bish-shawabi.

Hal itu untuk menunjukkan, Allah Subhanahu wa Ta'ala-lah yang Maha Tahu atau lebih tahu segala sesuatu dari kita. Hanya Allah yang Maha Benar dan Pemilik Kebenaran mutlak. Kebenaran yang kita tuliskan itu relatif, nisbi, karena kita manusia tempat salah dan lupa.

Namun coba perhatikan, banyak yang keliru dalam penulisannya, yaitu dalam penempatan koma di atas (‘). Catatan: sebutan “koma di atas” untuk tanda baca demikian sebenarnya tidak tepat, tapi disebut “tanda petik tunggal” juga tidak tepat karena petik tunggal itu begini ‘…’ dan bukan pula “apostrof” (tanda penyingkat untuk menjukkan penghilangan bagian kata) karena dalam kata itu tidak ada kata yang dihilangkan/disingkat. Kita sepakati aja deh ya, namanya “koma di atas”.

Penulisan yang benar, jika yang dimaksud “Dan Allah Maha Tahu” adalah Wallahu a’lam (tanda koma di atas [‘] setelah huruf “a” atau sebelum huruf “l”). Tapi sangat sering kita jumpai penulisannya begini: Wallahu ‘alam (koma di atas [‘] sebelum huruf “a”).

Jelas, Wallahu a’lam dan Wallahu ‘alam berbeda makna. Yang pertama (Wallahu a’lam) artinya “Dan Allah Mahatahu/Maha Mengetahui atau Lebih Tahu”. Yang kedua (Wallahu ‘alam) artinya “Dan Allah itu alam”, bahkan tidak jelas apa arti ‘alam di situ? Kalau ‘alamin atau ‘aalamin, jelas artinya alam, seperti dalam bacaan hamdalah –alhamdulillahi robbil ‘alamin.

Jadi, kalau yang kita maksud itu “Dan Allah Maha Tahu”, maka penulisan yang benar adalah Wallahu a’lam, bukan Wallahu ‘alam.

A’lam itu asal katanya ‘alima artinya tahu. Dari kata dasar ‘alima itu kemudian terbentuk kata ‘ilman (isim mashdar, artinya ilmu/pengetahuan), ‘alimun (fa’il/pelaku, yakni orang yang berilmu), ma’lumun (pemberitahuan, maklumat), dan sebagainya, termasuk a’lamu/a’lam (lebih tahu).

Tanda petik tunggal atau koma di atas (‘) dalam a’lam itu transliterasi bahasa Indonesia untuk huruf ‘ain dalam bahasa Arab (seperti Jum’ah, Ka’bah, Bid’ah, Ma’ruf, dan sebagainya). Kata a’lam artinya “lebih tahu”. Jadi, kian jelas ‘kan, penulisan yang benar: Wallahu a’lam, bukan Wallahu ‘alam.

Tentu, kesalahan penulisan itu tidak disengaja, salah kaprah aja alias kesalahan yang sering dilakukan, secara sadar atau tidak sadar, merasa benar –padahal salah—karena tidak ada yang mengoreksi. Saya yakin, maksudnya Wallahu a’lam, “Dan Allah Maha Tahu”.

A' di sini pengganti ع yang lengkapnya tertulis الله أعلم , huruf أ menunjukkan arti lebih atau paling seperti menulis الله أكبر (Alloh Maha/ Paling Besar), hanya saja ketika melihat rekan2 menulis tanda koma tas sebelum huruf a, ana kira bermaksud sama yaitu pengganti a'in, walau sempat heran bunyi suara untuk koma atas kan ga ada, tapi jika setelah a, maksud dari koma atas adalah untuk menekan vokal a, karena letak huruf ع ditenggorokan jadi vokal a-nya ditekan tidak seperti a biasa yang hanya berada di rongga mulut

By Badroe with No comments

KEGELAPAN

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Arif Rahutomo
Jika pada malam hari listrik padam apa yang terjadi ? Yes ... KEGELAPAN ... Nah sekarang tutup mata anda ... Apa yang akan terjadi ? Saya jamin meskipun listrik tidak padam anda akan mengalami KEGELAPAN juga ... Ya ... kita ternyata bisa menciptakan kegelapan kita sendiri tanpa disebabkan listrik padam ... So, jika anda merasakan "KEGELAPAN" dalam hidup anda itu pertanda bahwa ada sesuatu yang menutup "MATA ANDA" ... tepat nya "MATA HATI" anda ... Atau mungkin ... anda lah yang menutup MATA HATI anda sendir

By Badroe with No comments

Kaligrafi

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Mau kaligrafi apik??Kunjungi aja siteku ini. Gratis kok, tinggal di save as aja. Gak percaya??Langsung aja buka deh sitenya..Neh contoh gambarnya (klik langsung di gambar juga bisa kok).




By Badroe with No comments

Allahu

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Album : Al-Mu'allim
Munsyid : Sami Yusuf
http://liriknasyid.com


Chorus
Allahu Allahu Allahu
Allahu Allahu Allahu
Truly He is the One
He has no father or son
Everything in creation was by Him begun
With His infinite power anything could be done
Ask Allah for His Pardon
And you’ll enter the Garden

Chorus
Before Him there were none
Of partners He has none
He knows what is apparent and what is hidden
All the fate of creation has already been written
His Will is always done
And can never be undone

Chorus
From amongst all humans
Muhammad was chosen
He was illiterate and he was an orphan
Yet Allah sent him to those who were pagans
Oh Allah let us drink
From his hand in the fountain

Chorus
Ya Allah You’re the Sovereign
You’re the Sultan of Sultans
Please protect me from Shaytan and all of his treason
Let him not with his whispers my iman ever weaken
My only wish in this life
Is to attain Your Pardon



By Badroe with No comments

Beberapa Renungan Tentang Hidup Bersama

Oleh : Prio Sudiyatmoko

1. Jika kita terhalang untuk menerima nasihat orang lain hanya karena ia berbeda dengan kita atau karena kita menganggap dirinya tidak lebih baik daripada kita, maka akuilah bahwa hawa nafsu telah berkuasa atas hati dan pikiran kita.

2. Saat kita berbuat baik, seringkali kita m­engharap balasan atas perbuatan baik itu. Jika kita renungkan dengan kesadaran yang menembus batas-batas dunia, maka bukankah kebaikan yang kita perbuat itu merupakan karunia yang Allah limpahkan untuk kita?

3. Semata-mata menangkap peluang untung seraya meninggalkan kebersamaan yang di dalamnya kita terhitung adalah sesuatu yang buntung. Tapi tenggelam dalam kebersamaan seraya lupa untuk terus menggali potensi diri yang dalam adalah juga sesuatu yang kelam. Untung kita bersama, bersama kita untung.

4. Kecewa terhadap keadaan atau tingkah laku seseorang menunjukkan tidak sejalannya harapan kita dengan kenyataan. Jika kita mudah kecewa dengan kekecewaan mendalam yang tersalurkan dalam duka hati berkepanjangan, maka mental yang kita miliki adalah mental ingin dilayani. Sebaliknya, jika kita sering membuat orang lain kecewa, maka itu menunjukkan bahwa kita gagal menjadi pelayan bagi mereka. Seringkali sempitnya hati menjadi faktor yang mengaburkan keikhlasan kita sebagai pemimpin atau yang dipimpin.

5. Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata (KH. Rahmat Abdullah).

6. Jika Anda menerima kiriman sebuah foto yang di dalamnya ada gambar Anda dan teman-teman Anda, maka gambar siapakah yang pertama kali menjadi pusat perhatian Anda? Ya, pasti gambar Anda yang pertama kali Anda cari dan perhatikan. Begitulah seharusnya jika Anda mendapati sebuah pemandangan global dalam kehidupan ini. Begitulah semestinya jika ada ketidakberesan di dekat Anda. Begitulah selayaknya jika Anda ingin melontarkan kritik atau hendak menyalahkan orang lain dan mencela keadaan. Maka berpikirlah dua kali jika Anda ingin menyalahkan orang dan mencela keadaan. Bercerminlah pada kondisi yang ada sebagai gambaran diri Anda sendiri. Apa yang sudah Anda lakukan? Maka tepat sekali ungkapan Imam Syafi’i dengan bahasa hikmahnya, “Kita mencela zaman padahal kehinaan ada pada kita. Sungguh, di zaman kita, tak ada kehinaan selain kita. Tetapi, kita telah menghina zaman yang tak berdosa.”

By Badroe with No comments

Surat Terbuka untuk adik-adikku


Salam Dede..
sebagai di masa muda masa yang penuh ujian.. masa tempaan.. masa pembentukan utuh kepribadian.. banyak tantangan dan godaan di hadapan.. Abang harap agar Dede lolos dalam menghadapi berbagai macam cobaan tersebut dan lulus dengan sukses dan predikat "Mumtaz"..

Ini ada bekal untuk adik-adik abang agar dapat mengarungi masa muda dengan penuh kesuksesan...:

*Rabbij j'alniy syabban shalihah syatiran shabiran syakiran barran biwalidayya wa qudwatan hasanatan li ikhwaniy...
(Ya Rabb jadikanlah aku pemuda yg shalih cerdas sabar bersyukur berbakti kepada kedua orangtuaku dan teladan bagi saudara-saudaraku)
*Rabbij j'al syababiy huwa khaira tamriniy..
(Ya Rabb jadikanlah masa mudaku sebaik baik masa berlatihku)
*Allahummaj j'alniy minal faizin was salimin wal mumtazin
(Ya Allah jadikanlah aku dari orang-orang yang menang, selamat dan mumtaz)
*Allahumma sahhilna fi fahmid durus wa fi muthalaatid durus wa fi hifdzid durus...
(Ya Allah mudahkanlah aku dalam memahami pelajaran, membaca pelajaran dan menghafal pelajaran)
*Allahumma fsyilniy fi kulli ma'shiatika..
(Ya Allah gagalkanlah aku dalam setiap bermaksiat kepada-Mu...)

Diamalkan De.. semoga bermanfaat...
untuk adik-adikku..

Abangmu,
Azim Mutawakkil

By Badroe with No comments

Belajar Bersyukur

Oleh : Prio Sudiyatmoko

Kita perlu belajar bersyukur sebab kita masih kurang pandai bersyukur. Seringkali terlintas ide-ide cemerlang di benak kita, ide-ide yang kalau dilaksanakan dengan tekun pasti menjadikan kita berada di barisan orang-orang sukses. Tapi apa boleh buat? Ide hanya tinggal ide di kepala dan di atas kertas sebab tiada kesungguhan untuk benar-benar merealisasikannya. Mungkinkah ini tanda-tanda bahwa kita kurang bersyukur?

Ada segelintir teman yang punya pengalaman seperti itu. Punya segudang ide yang silih berganti tapi tak ada satupun yang terlaksana sesuai rencana. Saat mereka curhat, ada kesamaan yang kami temui. Ternyata kebanyakan mereka adalah konseptor yang tak bisa menjadi eksekutor. Punya visi dan konsep yang kuat, tapi lemah dalam manajemen. Ditambah lagi, sulit mendapat partner yang bisa diajak berpikir dan bekerja sama. Memang di sinilah tantangan bagi orang-orang yang memiliki suatu ide. Mereka harus menyebarluaskan ide-ide dan keinginannya agar diterima orang lain, dan mereka pun harus meyakinkan orang lain agar mau membantu mewujudkan ide-ide itu. Ini erat kaitannya dengan kepemimpinan.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberi saya kenikmatan di dalam hidup ini. Di antara limpahan nikmat itu, saya diberi-Nya beberapa kebaikan yang menjadi kelebihan dibanding orang lain pada umumnya. Rasanya semua itu mengalir begitu saja tanpa rencana yang jelas. Saya tidak lahir di lingkungan pesantren dan tidak pula orang tua saya aktif dalam organisasi keagamaan apapun. Sejak kecil saya disekolahkan di sekolah umum dengan pelajaran agama yang seadanya. Di lingkungan rumah, saya ikut mengaji seperti anak-anak lain pada umumnya. Biasa saja, tak ada prestasi istimewa yang pernah saya raih seputar itu. Tapi saya suka membaca Al-Qur’an dan melagukannya. Banyak orang yang bilang kalau suara saya ini enak didengar. Saya suka mendengarkan bacaan para qari’ di televisi dan ingin sekali menirukannya. Atau terkadang, kalau saya mendengar seorang ustadz berceramah dan ceramahnya enak didengar, saya membayangkan bisa berceramah seperti itu. Ya, hanya itu. Selebihnya, tak ada yang signifikan seputar latar belakang aktivitas keagamaan saya.

“Tiba-tiba” hari-hari ini saya sering mendapat kesempatan berbicara di depan banyak orang. Saya memberi ceramah, khutbah, mengisi kajian keislaman, memimpin forum, hingga menyampaikan pelatihan motivasi spiritual di kalangan pemuda. Ditambah lagi, kerap saya diminta membacakan ayat-ayat Al-Qur’an pada seremoni berbagai acara, dari acara syukuran khitanan, kajian, acara partai politik, sampai seremoni pernikahan. Saya juga sering diminta mengimami shalat tahajjud dalam acara mabit dan menjadi imam khusus di Bulan Ramadhan. Sulit bagi saya untuk menolak memberi bantuan. Kadang saya merasa agak ‘terpaksa’ dalam membantu. Saya memang sulit mengatakan “Tidak!”. Itu di antara kelemahan saya, meskipun tetap saja ada unsur keinginan yang tiba-tiba saja bermunculan. Dan itu semua adalah ujian.

Contoh kondisi semacam itu adalah sitr. Allah-lah yang memberi sitr atau penutup itu sehingga orang melihat kita dengan penutup itu. Maksudnya, orang sering menyangka bahwa kita lebih baik daripada kualitas diri kita sebenarnya. Inilah ujiannya, dan inilah tantangannya. Ujian untuk tetap ikhlas dan tawadhu’ (merendah di hadapan orang lain), rendah hati yang bukan basa-basi. Tantangan untuk menyesuaikan diri dengan sangkaan baik orang lain, bukan malah menikmatinya sebagai pujian padahal kita tak layak mendapat pujian itu.

Kemampuan, atau lebih tepatnya kemauan untuk melakukan akselerasi dalam rangka mengimbangi sangkaan baik orang lain itulah yang bisa dimaknai sebagai salah satu bentuk kesyukuran. Kita – orang-orang awam – sering memaknai syukur sebagai rasa terima kasih kepada Allah jika kita mendapat nikmat. Masalahnya, kita menunggu nikmat itu datang dulu, lebih banyak dari biasanya, kemudian baru kita bersyukur. Kita lupa bahwa kenikmatan yang Allah berikan itu luas sekali. Hari-hari yang kita lalui adalah wujud kenikmatan tapi kita tidak merenungi adanya kenikmatan itu. Kita menunggu ada nikmat yang lebih besar barulah kita menganggapnya sebagai nikmat yang perlu disyukuri. Dan umumnya kita memaknai syukur sekedar ucapan atau formalitas belaka. Tak sedikit di antara kita yang bahkan mengadakan seremoni kesyukuran padahal kita belum betul-betul menghayati dan mengaplikasikan makna kesyukuran itu.

Allah menyeru kita untuk bersyukur atas kenikmatan yang ada – yang banyaknya tak bisa terhitung. La insyakartum la aziidannakum, “Sungguh kalau kamu bersyukur, akan Aku tambah nikmat itu untukmu.” Bersyukur dulu, baru kemudian ada tambahan nikmat. Bukan seperti persepsi kita pada umumnya, ada tambahan nikmat dulu, barulah kita bersyukur.

Ide-ide yang kita miliki adalah nikmat yang dilimpahkan Allah kepada kita, sekaligus juga ujian. Cara kita bersyukur, setelah ungkapan pujian dan rasa terima kasih kepada Allah yang menganugerahi kita dengan akal, adalah mengoptimalkan ide-ide itu, menjalankannya dengan tujuan ibadah sehingga ide-ide kita itu akan berkembang dan menjadi berkah dalam kehidupan. Kalau kita punya ide yang cemerlang tapi tak kunjung direalisasikan, mungkin itu karena kita kurang bersyukur. Dan artinya kita belum konsisten dengan gagasan kita sendiri. Apalagi jika tiba-tiba kita mengurungkan suatu gagasan karena muncul gagasan lainnya yang kita pikir lebih menarik. Yang pertama belum dikerjakan, tahu-tahu sudah ingin mengerjakan yang kedua, dan seterusnya gagasan-gagasan kita tak pernah bisa terselesaikan.

Fokus pada satu pekerjaan atau garapan terbatas adalah jalan yang terbaik bagi orang-orang yang punya banyak ide. Yang terpenting dari semua itu adalah tujuan utamanya. Baru setelah itu akan kita lihat pekerjaan itu berkembang dengan sendirinya. Ia akan menemukan jalannya sendiri menuju tujuan besar yang telah kita tetapkan. Jika tujuannya adalah mencari ridha Allah, maka Dia akan menunjukkan jalannya. Kita tinggal mengikuti saja isyarat-isyarat petunjuk jalan itu. Ya, mungkin inilah di antara makna syukur yang belum kita penuhi. []



By Badroe with No comments

Tentang Pemuda

Oleh : Ersifa Fatimah (catatan)

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar...

Pemuda adalah Ibrahim
Yang dengan kampaknya menebas paganisme
Yang dengan kekuatan argumentasinya menghancurkan kesombongan sang tiran
Yang dengan kecerdasannya menemukan hakikat kebenaran dibalik rahasia alam semesta
Yang dengan keberaniannya menundukkan panasnya bara api
Yang dengan keteguhan imannya mengarungi sahara tak bertuan
Yang kecintaan kepada Rabb-nya mengalahkan segala sesuatu,
Merelakan semua kemahalan pengorbanan

Pemuda adalah Musa
Yang dengan tongkatnya meluluhlantakkan keangkuhan kebodohan
Yang dengan keberanian dan keimanannya membelah lautan merah
Yang dengan kekuatannya membunuh sang angkara
Yang dengan ketegasannya menciptakan sistem kepemimpinan di tengah kaum yang terpecah belah
Yang dengan bara semangat perjuangannya membebaskan kaum tertindas

Pemuda adalah Isa
Yang dengan ketulusan kasih sayangnya mencairkan kebekuan hati
Yang dengan kelembutannya menumbuhkan kehidupan
Yang pengorbanan tanpa pamrihnya menyinari kegelapan paradigma materialis
Yang kejernihan hatinya menguak segala rahasia kejahatan

Pemuda adalah Muhammad
Yang didirinya terhimpun segala potensi kebaikan
Yang kekuatan perjuangannya menghancurkan peradaban
Rendah untuk kemudian membangun ketinggian hakikat peradaban kemanusiaan
Yang kecintaan kepada Rabb-nya membuatnya tak peduli apapun yang menimpanya
Yang ketinggian akhlaqnya membuat hormat dan pujian dari seluruh alam
Yang kecintaan kepada ummatnya membuatnya tak tenang istirahat
Yang kezuhudannya telah mengharamkan diri dan keluarganya dari
obsesi gelimang materi
yang ketinggian namanya selalu disebut sampai hari kiamat

Pemuda,
Di pundakmu lah tertumpu berjuta harapan
Di dirimu lah terkumpul potensi keutamaan
Di tanganmu lah terletak penyelesaian permasalahan ummat
Di matamu sinar akan menguak kegelapan
Di perjuanganmu tergantung bangunan ketinggian
Peradaban kemanusiaan
[arsip Syuro BP III FSLDK, UNILA, Lampung]

Sejak dulu hingga sekarang, pemuda merupakan pilar kebangkitan.
Dalam setiap kebangkitan pemuda merupakan rahasia kekuatannya.
Dalam setiap fikrah pemuda adalah pengibar panji-panjinya.
[Hasan Al Banna]

Tak peduli seberapa berat krisis yang menimpa kita saat ini,
sebuah kehidupan terhormat dan berwibawa yang dilandasi kemakmuran
masih mungkin dibangun di negeri ini.
Dengan satu kata: Pahlawan.
Tapi jangan menanti kedatangannya
atau menggodanya untuk hadir ke sini.
Sekali lagi, jangan pernah menunggu kedatangannya,
seperti orang-orang lugu tertindas itu.
Para pahlawan itu tak akan pernah datang!
Mereka bahkan sudah ada di sini.
Mereka lahir dan besar di negeri ini.
Mereka adalah aku, kau, dan kita semua.
Mereka bukan orang lain.
Mereka hanya belum memulai.
Mereka hanya perlu berjanji merebut takdir kepahlawanan mereka...
[Anis Matta]

Fastabiqul khairat...
Sang Pelopor adalah seorang ambisius,
yang tidak mudah puas,
selalu ingin menjadi yang terdepan dalam kebaikan, pemikiran, kreativitas
dan semua hal yang dapat mengakselerasi terwujudnya peradaban Islam.
Bumi yang ramai dengan amal kebaikan.
[Arya Sandhiyudha]

Jadilah seorang Muslim,
maka cukuplah alasan bagimu untuk melawan segala ketidakadilan
dengan perjuangan yang lurus dan jujur, menggelorakan hamasah, dan sarat motivasi.
Jika tidak, maka periksalah hatimu.
Mungkin hati itu telah tertipu tentang hakikat keimananmu.
Sebab, adakah hati penuh iman yang sedemikian rela berpangku tangan terhadap kedzaliman?
[Sayyid Quthb]

Perjuangan kaum muda yang terpelajar haruslah membawa semangat kerakyatan
Supaya ia jangan merendah menjadi binatang berkelahi
Ia harus dapat menjadi pemuda yang revolusioner
Yaitu pemuda yang bercita-cita dan mempunyai kesadaran serta pengertian yang jernih
tentang duduk perjuangannya untuk rakyat kita serta kemanusiaan pada umumnya
[Sutan Syahrir]

"Wahai Tuhan kami,
berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu
dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus
dalam urusan kami (ini)."

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka,
dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.
[Al Kahfi(18):10&13]

By Badroe with No comments

Kisah Pengorbanan

Betapa cerdasnya seorang pemuda Babilonia yang hidupnya terasing dan ‘terkucilkan’ dari kebiasaan kaumnya. Sebab, dia berpikir lebih mendalam dan lebih maju daripada mereka. Ketika dalam kesendirian, dia menemukan kesadaran tentang hakikat dirinya, dan betapa sesat kondisi kaumnya. Dia pun mengkritisi kaumnya, “Pantaskah kalian jadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat kalian dalam kesesatan sejati.” Demikianlah dia termasuk orang yang diberi ‘penglihatan’ akan keagungan Tuhannya. Dan demikianlah dia menjadi seorang yang penuh keyakinan (QS. 6: 74-75).
Juga ketika dia ‘mencari’ Tuhannya, segera saja ditolaknya segala benda langit yang terbenam, apakah itu bintang, bulan, atau matahari. Maka dia berkata, “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb Pencipta langit dan bumi, cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukan termasuk orang yang mempersekutukan-Nya.” (QS. 6: 76-79).

Adakah di zaman kini sosok sepertinya, atau setidaknya yang belajar darinya – salah seorang dari dua Khalilullah di antara manusia – Ibrahim AS? Ketika ada seorang penguasa yang seenaknya saja ‘membunuhi’ rakyatnya – secara jelas maupun terselubung – adakah penguasa itu berlagak menjadi tuhan, layaknya Namrudz sang raja Babilon yang ditantang oleh Ibrahim untuk bisa menghidupkan dan mematikan manusia, lalu dipanggilnya dua orang tawanan, dia bunuh yang satu dan dia biarkan yang lainnya hidup? Namun ketika ditantang menerbitkan matahari dari arah terbenamnya, dia terdiam seribu bahasa (QS. 2: 258).

Ibrahim AS bukanlah kebanyakan pengkritis era kini yang suka melempar kritik dan kemudian lari tak mau terima resiko akibat kritiknya itu – melontarkan kritik memang lebih mudah daripada dikritik. Tapi Ibrahim, dia tetap tegar mengkritisi orang-orang zalim dan perilaku menyimpang kaumnya. Walaupun setelah itu dia dilempar ke dalam api yang menyala-nyala, tak sedikit pun dia gentar. Dan kemudian dia pun harus keluar dari negerinya. Maka perginya ke arah barat hingga menginjakkan kaki di negeri Fir’aun – adalah tetap dalam rangka pengorbanan kepada Tuhannya (QS. 37: 95-99).

Pengorbanan macam apa dari seorang istri yang merekomendasi istri untuk suaminya? Dan ketika dikaruniai Isma’il AS sebagai bukti bahwa Allah mendengar doanya – dan Allah Maha Mendengar – maka pengorbanan setelah itu lebih besar lagi. Pengorbanan macam apa dari seorang suami dan ayah, yang mencintai keluarganya, dengan meninggalkan mereka di lembah tandus tiada bertanam-tanaman – di sisi rumah Allah yang dihormati? Untuk apakah semua itu? Supaya mereka mendirikan shalat, dan supaya dijadikan hati sebagian manusia cenderung kepada mereka, dan supaya Tuhan memberi mereka rezeki di padang gersang itu dengan buah-buahan supaya mereka bersyukur (QS. 14: 37).

Siapakah yang lebih didengarnya, ketika Tuhan mewahyukan kepadanya lewat mimpi agar dia menyembelih anaknya, Tuhan ataukah syaitan penggoda yang diikutinya? Nyatanya, dia tetap bersungguh hati hendak mengorbankan sang anak di pangkuannya sendiri. Itu pun dilakukan tanpa harus memaksa sang anak yang mulai beranjak dewasa, sebab sang anak juga sama memiliki kesungguhan dan kesabaran hati. Belakangan, kisah pengorbanan itu menjadi salah satu ritual umat pengikut millah-nya.

Itulah sosok kekasih Allah. Dia telah menjadikan dirinya seorang yang cerdas. Ketika melihat diri dan alam semesta, dan memperhatikan kelakuan kaumnya, dia tidak melihat itu sebagai sesuatu yang wujud semata. Dia melihat hakikat di balik wujud, rahasia di balik materi, atau realitas di balik fenomena, bahwa dia harus mendekatkan diri kepada Allah.

Maka segala pengorbanan bukanlah untuk dirinya, istri, anak, keturunan, atau untuk kaumnya. Pengorbanan itu hanyalah untuk Allah. Pantaslah jika dia dijuluki Khalilullah – di samping Muhammad SAW – sebab hatinya telah penuh terisi hanya dengan nama Tuhannya. Namun pengorbanan yang dilakukan untuk Tuhannya itulah yang membawa kebaikan bagi dirinya, keluarganya, dan juga pengikutnya. Maka perhatikanlah bagaimana namanya selalu kita sebut di dalam shalat setelah kita bershalawat atas Nabi akhir zaman.

Muhammad SAW adalah juga seorang yang cerdas. Dan adalah dia seorang yang suka menyendiri berpikir tentang keadaan kaumnya, ber-tahannuts di ketinggian Gua Hira melihat fenomena kerusakan masyarakatnya di bawah sana. Dan seperti Ibrahim AS yang ‘mencari’ Tuhan, pada saat yang ditentukan turunlah wahyu kepadanya “Iqra’ bismi Rabbikalladzii khalaq...”, bukan hanya ke dalam pikirannya melainkan jauh ke dalam hatinya. Setelah itu adalah tanda tanya besar yang membentang, membuatnya ‘gelisah’ beberapa waktu lamanya. Namun Tuhannya tak membiarkan keadaan itu.
Ketika turun ayat-ayat berikutnya, hadirlah ketenangan pada jiwanya, namun dia tak lantas bertenang-tenang diri seolah tak ada apa-apa. “Hai orang yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan!” (QS. 74: 1-2). “Hai orang yang berselimut, bangunlah di malam hari untuk shalat, kecuali sedikit daripadanya!” (QS. 73: 1-2). Maka seolah-olah perkataan itu – seperti dilukiskan oleh Asy-Syahid Sayyid Quthb – adalah seperti ini:

“Ini adalah seruan dari langit, suara Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahatinggi ... Bangunlah ... Bangunlah untuk menyongsong urusan besar yang sedang menantimu dan tugas berat yang akan dibebankan kepadamu. Bangunlah untuk berjuang dan berusaha, berkiprah dan bersusah payah. Bangunlah, waktu tidur dan istirahat telah berlalu ... Bangunlah dan bersiapsiagalah menyongsong urusan ini ...”

Kini ayat-ayat itu seutuhnya berada dekat di samping kita. Dan semua juga diturunkan bagi kita. Ketika setiap kita mulai berpikir tentang diri, mencari hakikat, rahasia, atau realitas tertinggi yang menjadi pencarian manusia selama ini, maka Allah Sang Pencipta menurunkan sesuatu untuk dibaca, agar kita kembali pada-Nya. Sudahkah kita membacanya dengan bacaan yang benar sebagai bukti keimanan kita? (QS. 2: 121). Ataukah kita sudah membacanya tapi belum juga tercerdaskan dan tiada merasakan kelezatan darinya? Betapa banyak orang-orang membacanya tanpa kelezatan iman dan pengorbanan yang terlahir dari proses pembacaan itu.
Adakah kita menangis saat membaca atau mendengarkannya. Bukan menangis karena liukan lagunya yang syahdu, tapi karena kita menghayati kandungan maknanya? Ataukah kita hanya menangis saat menyimak lagu-lagu sedih, atau menonton film dan sinetron cinta yang mengharukan? Alangkah jauhnya kita dari Al-Qur’an, alangkah kurangnya kecerdasan dan pengorbanan di dalam jiwa kita.
Jika kita memahami dan menyadari betul, bahwa hidup ini hanya sekali, nyawa kita hanya satu dan tak ada umur cadangan, maka apakah akan kita sia-siakan hidup yang singkat ini dan mempersingkatnya lagi dengan tujuan yang singkat dan kerdil?

Seorang yang cerdas selalu merindukan dan mencari enlightenment moment (saat-saat pencerahan) dalam hidupnya. Ketika pencerahan itu telah hadir di dalam hatinya, jadilah dia manusia cahaya. Dia tak lagi hidup untuk dirinya sendiri. Dia tak lagi hidup hanya untuk keluarganya, masyarakatnya, atau nilai-nilai bumi yang selalu membelenggu. Dia hidup untuk memperjuangkan nilai abadi yang sangat jauh dari realitas dunia yang ditemuinya. Jadilah dia seperti seseorang yang memegang bara api yang tak boleh dilepasnya, tapi itu harus. Maka dia pun berkorban untuk menegakkan nilai abadi itu walaupun seringkali dunia ini tak berpihak kepadanya. Tapi apakah yang bisa diperbuat oleh dunia terhadap dirinya? Tidak ada. Sebab, telah dia tambatkan semua harapannya kepada sumber segala harapan: Allah. []



By Badroe with No comments

Kamus Arab

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Penolong نَاصِرٌ (naashirun)
Kalimat كَلِمَة ٌ (kalimatun)
Huruf حَرْفٌ (harfun)
Ini هَذَا (haadza)
Orang yang berilmu اَلْعَالِمُ (al-'aalimu)
Guru اَلْمُدَرِّسُ (al-mudarrisu)
Yang diciptakan مَخْلُوْقٌ (makhluuqun)
Surat سُوْرَةٌ (suurotun)
Pendusta مُكَذِّبٌ (mukadzdzibunbun)
Rumah اَلْبَيْتُ (al-baitu)
Nabi اَلنَّبِيُّ (annabiyyu)
Orang fakir اَلْفَقِيْرُ (al-faqiiru)
Tambahan زِيَادَةٌ (ziyaadatu)
Orang yang bersyukur الشَّاكِرُ (assyaakiru)
Yang diajak berbicara مُخَاطَبٌ (mukhoothobu)
Perempuan اِمْرَأَةٌ (imroatun)
Surga اَلْجَنَّةُ (al-jannatu)
Pintu اَلْبَابُ (al-baabu)
Laki-laki اَلرَّجُلُ (arrojulu)

By Badroe with No comments

Ku Takut Jatuh Cinta

Hidup ini memang butuh yang namanya cinta,tanpanya hidup ini akan hampa. Semua yang dilakukan tak akan ada semangat untuk meraih semua yang dicitakan.Tapi,cinta yang saya maksud di sini cinta kepada makhlukNya yang dicipta sebagai pendamping hidupku kelak.Pengingatku,perhiasan dunia terindah yang menjadi pencetak generasi sholih.
Bukan, bukannya saya apatis,anti wanita.Tapi,untuk saat ini ku tak mau semakin banyak saudariku kecewa denganku. Biarlah waktu yang akan mendewasakanku untuk menyatukan rusuk yang telah lama hilang hingga hati ini terjaga dengan kehadirannya..

Ya Rabb, ya..Rahman. Engkau Maha Mengetahui isi hati hambaMu ini. Biarlah Engkau yang menjadi saksi semua ini. Ciptaan-Mu itu begitu indah untuk disakiti dan dibenci..Biarlah cinta itu hadir dalam balutan AR ROHIMMU ya RABB

By Badroe with No comments

 
google.com, pub-0086328622447233, DIRECT, f08c47fec0942fa0