Tanggung Jawab

“Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang dibawah tanggung jawab kamu” (HR Bukhari Muslim)

By Badroe with No comments

Orang Beriman Satu Bagian Tubuh

“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)

By Badroe with No comments

Sesama Mu'min Saling Menguatkan

“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari)

By Badroe with No comments

Bahaya Ucapan Salam


Dari blog ktemen neh. semoga bermanfaat....
Hidayatullah.com--Ucapan ”Assalamu’alaikum”, السلام عليكم, merupakan anjuran agama, dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat beragama, dengan salam dapat menjalin persaudaraan dan kasih sayang, karena orang yang mengucapkan salam berarti mereka saling mendo’akan agar mereka mendapat keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kalian tak akan masuk surga sampai kalian beriman dan saling mencintai. Maukah aku tunjukkan satu amalan bila dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Yaitu, sebarkanlah salam di antara kalian.” [HR Muslim dari Abi Hurairah]
Saya seringkali menerima sms atau e-mail dari beberapa kawan dan juga beberapa ustadz yang mengawali salamnya dengan singkatan. Singkatannya pun macam-macam. Ada yang singkat seperti "Asw" atau "Aslm". Ada yang sedikit lebih panjang seperti ; “Ass Wr Wb” atau “Aslmwrwb” . Namun yang sering saya dapatkan, adalah singkatan "Ass". Singkatan terakhir ini paling umum dan paling sering digunakan. Bagi saya, ini adalah singkatan yang tidak enak untuk dibaca, terlebih kalau mengerti artinya.



Marilah kita simak singkatan ini. Dalam kamus linguistik yang saya punya, arti dari kata Ass yang berasal dari bahasa Inggris itu adalah sebagai berikut;
“Ass” berarti: Pertama, kb. (animal) yang artinya keledai. Kedua, orang yang bodoh. Don't be a silly (Janganlah sebodoh itu). Dan ketiga, Vlug (pantat).
Padahal seperti kita ketahui ucapan Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh adalah sebuah ucapan salam sekaligus doa yang kita tujukan kepada orang lain. Ucapan salam dalam Islam sesungguhnya merupakan do’a seorang Muslim terhadap saudara Muslim yang lain. Maka, apabila kita mengucap salam dengan hanya menuliskan "Ass", secara tidak sadar mungkin kita malah mendoakan hal yang buruk terhadap saudara kita.
Kita paham, mungkin banyak orang diantara kita cukup sibuk dan ingin cepat buru-buru menulis pesan. Barangkali, singkatan itu bisa mempercepat pekerjaan. Karena itu, penulis menyarankan, jika memang keadaan sedang tidak memungkinkan untuk menulis salam lewat SMS dengan kalimat lengkap karena sedang menyetir di jalan, misalnya, solusinya cukup mudah adalah menulis pesan to the point saja. Tulislah “met pagi, met siang, met malam dan seterusnya. Ini masih lebih baik dibandingkan kita harus memaksakan diri menggunakan singkatan dari doa keselamatan Assalamu'alaikum menjadi "Ass" (pantat).
Jangan sampai awalnya kita ingin menyampaikan doa keselamatan yang terjadi justeru sebaliknya, mendoakan keburukan. Kalau boleh saya mengistilahkah, niat baik ingin berdoa, jadinya malah ucapan kotor.
Ucapan salam adalah ucapan penghormatan dan doa. Apabila kita dihormati dengan suatu penghormatan maka seharusnya kita membalas dengan sebuah penghormatan pula yang lebih baik, atau minimal, balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kamu kerjakan.
Kalau kita mengganti ucapan kalimat salam arti awalnya sangat mulia, maka, yang terjadi adalah sebaliknya, salah dan bisa-bisa menjadi umpatan kotor.
Karena itu, jika tidak berhati-hati, mengganggati ucapan Assalamu’alaikum (Semoga sejahtera atasmu) dengan menyingkatnya menjadi “Ass” (pantat), ini mirip dengan mengganti doa yang baik dengan mengganti dengan bahasa jalanan orang Jakarta, yang artinya kira-kira, berubah arti menjadi (maaf) “Pantat Lu!”

Singkatan ala Rasulullah
Meski nampak sederhana, ucapan salam sudah diatur oleh agama kita (Islam). Ucapan Assalamu alaikum السلام عليكم dalam Bahasa Arab, digunakan oleh kaum Muslim. Salam ini adalah Sunnah Nabi Muhammad SAW, intinya untuk merekatkan ukhuwah Islamiyah umat Muslim di seluruh dunia. Mengucapkan salam, hukumnya adalah sunnah. Sedangkan bagi yang mendengarnya, wajib untuk menjawabnya. Itulah agama kita.
Sebelum Islam datang, orang Arab terbiasa menggunakan ungkapan-ungkapan salam yang lain, seperti Hayakallah. Artinya semoga Allah menjagamu tetap hidup. Namun ketika Islam datang, ucapan itu diganti menjadi Assalamu ‘alaikum. Artinya, semoga kamu terselamatkan dari segala duka, kesulitan dan nestapa.
Ibnu Al-Arabi didalam kitabnya Al-Ahkamul Qur’an mengatakan, bahwa salam adalah salah satu ciri-ciri Allah SWT dan berarti "Semoga Allah menjadi Pelindungmu".
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasul bersabda, “Kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman, dan kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai (karena Allah). Apakah kamu maujika aku tunjukkanpada satu perkara jika kamu kerjakan perkara itu maka kamu akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kamu!” (HR. Muslim)
Abu Umammah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Orang yang lebih dekat kepada Allah SWT adalah yang lebih dahulu memberi Salam.” (Musnad Ahmad, Abu Dawud, dan At Tirmidzi)
Abdullah bin Mas’ud RA meriwayatkan Bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Salam adalah salah satu Asma Allah SWT yang telah Allah turunkan ke bumi, maka tebarkanlah salam. Ketika seseorang memberi salam kepada yang lain, derajatnya ditinggikan dihadapan Allah. Jika jama’ah suatu majlis tidak menjawab ucapan salamnya maka makhluk yang lebih baik dari merekalah (yakni para malaikat) yang menjawab ucapan salam.” (Musnad Al Bazar, Al Mu’jam Al Kabir oleh At Tabrani)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang kikir yang sebenar-benarnya kikir ialah orang yang kikir dalam menyebarkan Salam.” Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 86. Demikianlah Allah SWT memerintahkan agar seseorang membalas dengan ucapan yang setara atau yang lebih baik.
Bedanya agama kita dengan agama lain, setiap Muslim ketika mengucapkan salam kepada saudaranya, dia akan diganjar dengan kebaikan (pahala).
Dalam kaidah singkat menyingkat pun sudah diatur oleh Allah dan diajarkan kepada Rasulullah. Dalam suatu pertemuan bersama Rasulullah SAW, seorang sahabat datang dan melewati beliau sambil mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum”. Rasulullah SAW lalu bersabda, “Orang ini mendapat 10 pahala kebaikan,” ujar beliau.
Tak lama kemudian datang lagi sahabat lain. Ia pun mengucapkan, “Assalamu‘alaikum Warahmatullah.” Kata Rasulullah SAW, “Orang ini mendapat 20 pahala kebaikan.” Kemudian lewat lagi seorang sahabat lain sambil mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum warahmatullah wa baraokatuh.” Rasulullah pun bersabda, “Ia mendapat 30 pahala kebaikan.” [HR. Ibnu Hibban dari Abi Hurairah].
Nah dari tiga singkatan itu silahkanAnda pilih yang mana yang Anda inginkan tanpa harus menyingkatnya sendiri yang justru bisa menghilangkan nilai pahalanya. Tentu saja, jangan Anda lupakan, tiga singkatan itu sudah rumus dari Nabi yang dipilihkan untuk kita.
Satu hal lagi yang perlu diingat adalah ketika kita menuliskan kata Assalamu'alaikum, perlu diperhatikan agar jangan sampai huruf L nya tertinggal sehingga menjadi Assaamu'alaikum.
Karena apa ? Diriwayatkan bahwa dahulu ada seorang Yahudi yang memberi salam kepada Nabi dengan ucapan "Assaamu 'alaika ya Muhammad" (Semoga kematian dilimpahkan kepadamu).
Dan kata assaamu ini artinya kematian. Kata ini adalah plesetan dari "Assalaamu 'alaikum". Maka nabi berkata, "Kalau orang kafir mengatakan padamu assaamu 'alaikum, maka jawablah dengan wa 'alaikum (Dan semoga atas kalian pula)." [HR. Bukhari]
Tulisan ini, mungkin nampak sederhana. Meski sederhana, dampaknya cukup besar. Boleh jadi, kita belum pernah membayangkannya selama ini. Nah, setelah ini, sebaiknya alangkah lebih baik jika memulai kembali menyempurnakan salam kepada saudara kita. Tapi andaikata memang kondisi tak memungkinkan, sebaiknya, pilihlah singkatan yang sudah dipilihkan Nabi kita Muhammad SAW tadi. Mungkin Anda agak capek sedikit tidak apa-apa, sementara sedikit capek, 30 pahala kebaikan telah kita kantongi

By Badroe with No comments

Walimatussafar

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Hari ini ada sebuah undangan untuk menjadi MC (master of ceremony) walimatussafar. Sebenernya beberapa tahun lalu pernah juga seh menjadi memimpin acara tersebut waktu bapak mau pergi haji. Karena sudah lama, jadi saya coba mencari bahan mengenai susunan acara dari walimatussafar. Bukannya dapet susunan acarnya, tapi mendapatkan beberapa artikel mengenai walimatussafar itu sendiri.

Pengertian Walimatussafar 
Waliimatussafar berasal dari akar kata waliimah yang berarti jamuan atau pesta dan safar yang berarti perjalanan. Dengan demikian kata waliimatussafar berarti jamuan atau pesta bagi orang yang hendak melakukan perjalanan jauh.
Kalau menilik dari sejarahnya, Rosululloh sendiri sebenarnya tidak pernah melakukan acara seperti ini. Sehingga jangan sampai kita memiliki keyakinan bahwa hal ini merupakan sebuah rangkaian dari ibadah haji. Karena ini akan mengarah kepada bid'ah (sesuatu yang mengada-ada). Apabila acara waliimatussafar ini sebagai bagian dari rangkaian adab-adab safar (melakukan perjalanan jauh) dan bukan bagian dari rangkaian ibadah haji maka itu malah sesuatu dianjurkan. Bahkan kalau melihat beberapa tradisi di masyarakat, ternyata banyak sekali hal-hal 'aneh' yang entah dari mana asalnya. 
Beberapa hal yang menjadi adab safar menurut Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Iidhaah dimana adab-adab safar itu antara lain:
  1. Pertama, sebelum berangkat meninggalkan rumah dianjurkan untuk shalat dua rakaat dimana pada rakaat pertama membaca surat Al-Kafirun dan pada rakaat kedua membaca Al-Ikhlas, kemudian setelah salam membaca ayat Kursi, surat Al-Quraisy, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas yang dilanjutkan dengan berdo’a agar urusannya dimudahkan.
  2. Adab safar lain yang disebutkan Imam Nawawi adalah: hendaknya ia mengucapkan wada’ (pamitan) terhadap keluarga, para tetangga dan para teman dekatnya. Tujuannya adalah untuk meminta maaf terhadap mereka dan agar mereka mendo’akannya.
  3. Imam Nawawi menyebutkan adab-adab kepulangan dari safar, di antaranya: ketika tiba di rumah dianjurkan agar menuju mesjid terdekat untuk kemudian shalat dua rakaat, dan demikian juga apabila masuk ke rumah dianjurkan untuk shalat dua rakat lalu berdo’a dan memanjatkan rasa syukur kepada Allah swt. Adapun niatnya adalah tanpa perlu mengucapkannya dengan lafal-lafal khusus yang berbahasa Arab, tapi cukup berniat di hati saja tanpa perlu dilafalkan. Jadi shalat dua rakaat sepulang ibadah haji bukanlah sunah haji tetapi bagian dari adab safar saja.
Beberapa adab lainnya diantaranya :
  1. Hendaknya musafir (orang yang safar) mengembalikan barang-barang titipan dan tanggungan yang ada padanya kepada pemiliknya, karena safar merupakan pekerjaan yang berpotensi terjadinya musibah (kematian).
  2. Hendaknya menyiapkan bekal yang halal, dan meninggalkan nafkah kepada semua orang yang wajib dinafkahinya seperti istri, anak, dan orang tua.
  3. Hendaknya berpamitan dengan keluarga, saudara-saudara, dan teman-temannya dengan mendo’akan mereka dengan do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berikut: أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ أَمَانَتَكَ وَدِينَكَ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكَ Artinya, “Aku menitipkan kepada Allah Ta’ala agama, amanah, dan penghujung amal perbuatanmu.” (HR. Abu Dawud). Sedangkan orang yang akan ditinggalkan mengucapkan do’a, زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ ، وَوَجَّهَكَ إِلَى الْخَيْرِحَيْثُ تَوَجَّهْتَ Artinya, “Semoga Allah Ta’ala membekali ketakwaan untukmu, mengampuni dosamu, dan memalingkanmu kepada kebaikan di mana saja kamu berada” hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Luqman berkata, “Sesungguhnya Allah lapabila dititipkan sesuatu kepadaNya, niscaya Dia akan menjaganya.” (HR. an-Nasa’i dengan sanad yang jayyid). Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan hal itu kepada orang yang mengantarnya.
  4. Keluar (bersafar) dengan ditemani oleh tiga atau empat orang dari orang-orang yang layak (shalih) untuk menemaninya bersafar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang pengendara (musafir) itu adalah setan, dua orang pengendara itu adalah dua setan, dan tiga orang pengendara adalah sekelompok musafir.” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, hadits shahih). Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain, “Seandainya manusia mengetahui apa (bahaya) yang terdapat dalam kesendirian seperti yang kuketahui, niscaya tidak ada seorang pun yang bersafar pada waktu malam hari seorang diri.” (HR. al-Bukhari).
  5. Hendaklah orang-orang yang bersafar mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin/ amir dalam safar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabdah, “Apabila tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin/ amir.” (HR. Abu Daud).
  6. Hendaklah melakukan shalat istikharah sebelum safar. Hal ini sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai beliau mengajarkannya kepada mereka (para sahabat) seperti mengajarkan sebuah surat di dalam al-Qur’an dan dalam semua perkara. (HR. al-Bukhari).
  7. Hendaklah orang yang bersafar ketika meninggalkan rumahnya berdo’a, بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ اللَّهمَّ إني أعوذ بك أَن أَضِلَّ أو أُضَلَّ ، أَو أَزِلَّ أو أُزَلَّ ، أو أَجهَلَ أو يُجهَلَ عليَّ Artinya, “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (syetan atau orang yang berwatak syetan), atau tergelincir dan digelincirkan (orang lain), atau dari berbuat bodoh atau dibodohi.” (HR. Abu Daud). Lalu apabila menaiki kendaraan, hendaklah berdo’a, بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ, مَا شَاءَ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ، وَمِنَ اْلعَمَلِ مَا تَرْضَى ، اللَّهمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِي سَفَرِنَا هَذَا ، وَاَطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ ، اللَّهمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ ، اللَّهمَّ إِنيِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبََةِ الْمَنْظَرِ ، وَسُوْءِ المُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَ اْلأَهْلِ وَالْوَلَدِ Artinya, “Dengan nama Allah dan demi Allah, dan Allah Maha Besar, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, karena kehendak Allah sesuatu terjadi, adapun jika Allah tidak menghendaki, maka tidak akan terjadi. “Maha Suci Allah yang telah menjalankan kami, dan sebelumnya kami tidak mampu, dan hanya kepada Rabb kami, kami kembali, Ya Allah! sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikan dan ketakwaan di dalam perjalanan kami. Begitu pula amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan/ ringankanlah perjalanan kami ini, dan jadikan perjalanan yang jauh menjadi dekat dari kami. Ya Allah! Engkaulah teman di dalam perjalanan, dan Pemimpin/ Penjaga keluarga dan harta. Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari lelahnya perjalanan, dan sedihnya pemandangan, serta kesia-siaan tempat kembali, dan buruknya pemandangan pada harta, keluarga, dan anak.” (HR. Abu Daud, Shahih).
  8. Hendaklah keluar pada hari Kamis di awal siang. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah Berilah keberkahan kepada umatku pada waktu pagi mereka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim), dan diriwayatkan dalam hadits lain, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selalu keluar dalam safarnya pada hari Kamis.(HR. al-Bukhari dan Muslim).
  9. Hendaklah orang yang bersafar bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar) ketika melewati tempat yang tinggi. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Bahwasanya seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak bersafar, maka berilah aku nasehat” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah Ta’ala, dan mengucapkan takbir (bertakbir) ketika melewati tempat yang tinggi.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan).
  10. Apabila takut terhadap gangguan manusia, maka hendaklah ia berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, اللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُورِهِمْ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُورِهِمْ Artinya, “Ya Allah, Sesungguhnya kami menjadikan Engkau sebagai Penolong dalam menghadapi mereka, dan sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari kejahatan-kejahatan mereka” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani),
  11. Hendaklah dia berdoa di dalam safarnya dan memohon kepada Allah Ta’ala kebaikan dunia dan akhirat. Karena safar merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Terdapat tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi padanya: do’a orang yang dizhalimi, do’a orang yang bersafar, dan do’a orang tua kepada anaknya.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan).
  12. Apabila singgah di suatu tempat, hendaklah ia mengucapkan, أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ Artinya, “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan.” (HR. Muslim)
  13. Dan apabila ia mendapatkan hari telah malam di dalam safarnya, maka hendaknya ia mengucapkan, يَا أَرْضُ رَبِّى وَرَبُّكِ اللَّهُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ وَشَرِّ مَا خُلِقَ فِيكِ وَشَرِّ مَا دَبَّ عَلَيْكِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ كُلِّ أَسَدٍ وَأَسْوَدَ وَحَيَّةٍ وَعَقْرَبٍ وَمِنْ سَاكِنِ الْبَلَدِ وَمِنْ شَرِّ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ Artinya, “Wahai bumi, Rabbku dan Rabbmu adalah Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu dan kejahatan apa yang ada di dalammu. Begitu pula dari kejahatan makhluk yang diciptakan di dalammu dan dari kejahatan sesuatu yang merayap di atasmu. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setiap singa, ular hitam besar, ular, dan kalajengking, serta dari kejahatan penduduk negri ini, dan dari kejahatan orang tua dan anaknya.” (HR. Ahlu Sunan dan Muslim).
  14. Apabila takut/ gelisah karena kesepian, hendaklah mengucapkan, سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ، رَبِّ الْمَلائِكَةِ ، وَالرُّوحِ ، جَلَّلْتَ السَّمَاوَاتِ ، وَالأَرْضَ بِالْعِزَّةِ ، وَالْجَبَرُوتِ Artinya, “Maha Suci Raja Yang Maha Suci, Rabb para malaikat dan ruh, telah diagungkan langit-langit dan bumi dengan kemuliaan dan kekuasaan.” (HR. ath-Thabrani).
  15. Apabila tidur di awal malam hendaklah tidur berbantalkan lengan tangannya, dan jika tidur di akhir malam, hendaklah menegakkan lengan tangannya dan kepala di atas telapak tangannya, sehingga ia tidak ketiduran dan tertinggal shalat Shubuh pada waktunya.
  16. Hendaklah segera pulang kepada keluarga dan negrinya apabila telah menyelesaikan hajat dari safarnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Safar adalah sepotong dari adzab (siksaan), Ia menghalangi salah seorang di antara kalian dari makan, minum, dan tidurnya. Maka apabila salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan hajatnya dari safarnya, hendaklah dia segera pulang ke keluarganya.” (Muttafaq ‘alaih).
  17. Apabila hendak pulang/ kembali ke kampung halamanan, maka hendaklah dia bertakbir sebanyak tiga kali, dan mengucapkan doa berikut serta mengulang-ulanginya beberapa kali, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ Artinya, “(Kami) kembali, bertaubat, beribadah dan memuji kepada Tuhan kami.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
  18. Hendaklah dia tidak kembali ke keluarganya di malam hari (HR. al-Bukhari dan Muslim), dan hendaklah dia mengutus kepada mereka (keluarga) seorang yang memberitakan (kabar gembira) akan kedatangannya, sehingga tidak mengejutkan mereka. Sungguh hal ini merupakan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
  19. Janganlah seorang perempuan bersafar yang memakan waktu perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam artinya, “Tidak halal bagi seorang perempuan bersafar yang memakan waktu perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaq ‘alaih).

By Badroe with No comments

Budaya Titip Salam

Oleh : Muhammad Badrushshalih

Budaya titip salam di Indonesia sudah sangat mendarah daging. Sering kita mendengar seseorang titip salam untuk temannya yang ada di negeri seberang, seorang sahabat titip salam untuk sahabatnya yang ada di luar kota, satu keluarga di kota titip salam untuk kerabatnya di desa, dst.
Budaya titip salam ini pun tidak hanya populer dikalangan remaja atau orang tua, bahkan tak jarang kita dapati bocah-bocah ikut meramaikannya. Hanya saja yang sangat disayangkan, banyak kalangan muda-mudi mengotori budaya mulia ini denga titip salam kepada lawan jenis yang belum halal baginya, baik berupa salam cinta atau salam perkenalan yang dapat berbuntut kepada hubungan yang diharamkan.
Titip Salam, Sunnahkah !?
Apabila kita menengok jauh ke zaman Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ternyata budaya titip salam sudah ada pada masa beliau. Dan ternyata budaya ini adalah salah satu sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, salah satu budaya Islam yang mulia, yang secara turun temurun ramai duterapkan oleh kaum muslimin. Dan –alhamdulillah- ini merupakan salah satu sunnah Nabishallallahu’alaihi wa sallam yang tumbuh subur di tengah-tengah kaum muslimin dunia.
Teks Hadits
Ada beberapa hadits yang menerangkan kepada kita budaya titip salam seperti ini. Berikut ini kami sebutkan dua diantaranya:
Hadist pertama,
Dari Aisyah radliyallahu’anha ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallampernah berkata: “Wahai Aisyah, ini ada Jibril, dia titip dalam untukmu.” Aisyah berkata: “Aku jawab, wa’alahissalam wa rohmatulloh (semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurahkan untuknya), engkau dapat melihat apa yang tidak kami lihat.” (HR. al-Bukhori, no.2217, Muslim, no. 2447)
Hadist kedua,
Dari Gholib rahimahullah ia berkata: Sesungguhnya kami pernah duduk-duduk di depan pintu rumah al-Hasan al-Basri rahimahullah, tiba-tiba seseorang datang (kepada kami) dan bercerita: Ayahku bercerita dari kakekku, ia (kakekku) berkata: Ayahku pernah mengutus untuk menemui Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lalu ia berkata: Datangilah beliau dan sampaikan salamku kepadanya. Ia (kakekku) berkata: Maka aku menemui beliau dan berkata: Ayahku titip salam untukmu. Maka beliau menjawab: “Wa ‘alayka wa’ala abikassalam” (semoga keselamatan tercurah kepadamu dan kepada ayahmu)” (Hadits hasan. Lihat: Misykat al-Mashabih, no. 4655, Shahih Abu Dawud, no. 5231).
Tata Cara Menjawab Titip Salam
Apabila ada teman, saudara, kerabat, keluarga atau siapa saja yang titip salam melalui seseorang kepada kita, maka kita wajib menjawabnya. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَآ أَوْ رُدُّوهَآ
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)…..” (An-Nisa’ 86)
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Penghormatan di sini adalah ucapan salam, dan makna inilah yang dimaksudkan dalam ayat ini.”(Tafsir Fath-al-Qadir, surat an-Nisa’ ayat 86)
Imam al-Qurthubi rahimahullah bertutur: “Ulama sepakat bahwa memulai salam hukumnya sunnah yang sangat dianjurkan, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib” (Tafsir Fath al-Qadir, surat an-Nisa ayat 86)
Dari ayat di atas dapat dapat kita ketahui dua cara menjawab salam:
Pertama, sesuai dengan ucapan salam.
Kedua, menambah dengan beberapa kata yang disyariatkan.
Sebagai contoh: bila seorang mengucapkan, “Assalamu’alaykum”, maka minimal kita menjawabnya dengan “wa’alaykumussalam”, dan yang lebih baik ditambah dengan kata “warohmatulloh”, dan yang lebih baik lagi ditambah dengan kata “wa barokaatuh.
Hanya saja, sunnah titip salam tidak sama dengan mengucapkan secara langsung, yang mana pada saat kita titip salam hanya berkata, “Titip salam untuk fulan” atau “Sampaikan salam buat fulan”, maka untuk menjawabnya kita pergunakan kata paling minimal, yaitu “wa’alaihissalam, dan semakin ditambah maka semakin baik”[1]. Ini poin pertama.
Poin kedua, lalu bagaimana dengan orang yang menyampaikan salam tersebut, apakah kita mendoakannya juga atau tidak? Maka dapat dijawab: ya, kita mendoakannya juga. Akan tetapi, ulama menjelaskan bahwa mendoakan orang yang menyampaikan salam tersebut hukumnya adalah sunnah (dianjurkan).
Ibnu hajar al-Asyqolani rahimahullah berkata: “Dan dianjurkan untuk mendoakan orang yang menyampaikan salam.” (Fath al-Bari, jilid 1, hlm. 41)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Dan diantara tuntunan Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam adalah, apabila seseorang menyampaikan salam dari orang lain untuk beliau, maka beliau menjawab salam tersebut kepadanya dan kepada orang yang menyampaikannya.” (Zaad al-Ma’ad,jili2,hlm.427)
Hal ini dapat kita ketahui dari jawaban Aisyah radliyallahu’anha yang hanya menjawab salam untuk jibril ‘alaihissalam saja dan tidak ikut mendoakan beliau, dan beliaupun tidak mengingkarinya. Andaisaja hukumnya wajib, tentu saja Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sudah meluruskan ucapan Aisyah.
Berkenaan dengan tambahan doa untuk orang yang menyampaikan salam tersebut, maka telah ditunjukkan oleh hadits kedua di atas.
Petika Faidah
Dari uraian ringkas di atas dapat kita sarikan bahwa:
  1. Budaya titip salam merupakan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
  2. Budaya titip salam tumbuh subur di tengah-tengah kaum muslimin,walhamdulillah.
  3. Memulai salam hukumnya sunnah, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib.
  4. Kewajiban menjawab salam sesuai dengan ucapan salam, jika ditambahi dengan beberapa kata yang disyariatkan, maka itu lebih baik lagi.
  5. Dianjurkan ikut mendoakan orang yang menyampaikan salam.
Renungan
Telah kita terangkan di atas dan dapat kita saksikan bersama, bahwa fenomena budaya titip salam sangat menjamur sekali di Indonesia –insyaAllah juga diseluruh dunia-. Lantas, bagaimana jika kaum muslimin di seluruh penjuru dunia begitu semangat dalam menghidupkan sunnah Rasul shallallahu’alaihi wa sallamyang lain, sebagaimana mereka menghidupkan sunnah yang satu ini, pemandangan seperti apa sekiranya yang dapat kita saksikan?! Kita hanya bisa berdoa, ”Semoga Allah mewujudkannya”.
Sumber: Majalah Adz-Dzakiirah Al-Islamiyah Vol.7 No.7 Edisi 49-1430 H hlm.41-44

[1] Dalam riwayat lain, Aisyah radliyallahu’anha menjawab salam Jibril ‘alaihissalam –pada hadits pertama- dengan ucapan “wa’alaihissalam wa rohmatulloh wa barokaatuh” (Shahih al-Adab al-Mufrod, karya al-Albani, no.634/827)

By Badroe with No comments

 
google.com, pub-0086328622447233, DIRECT, f08c47fec0942fa0