AYYAMUL BIDH, KEMULIAAN SUNNAH YANG TERLUPAKAN

Syarat diterimanya suatu ibadah adalah, bila itu ibadah mahdhah adalah mengikuti manhaj yang benar dan juga memiliki dasar berupa contoh dari rasulullah. Begitu pun dengan amalan ibadah sunnah.  Yang akan saya bahas disini adalah tentang puasa sunnah. Saat saya lontarkan tenatng puasa sunnah, pastilah terbesit puasa senin kamis sebagai puasa sunnah rutin kita, atau puasa dawud, atau puasa syawal 6 hari. Satu hal mungkin yang belum banyak diketahui oleh setiap orang bahwa ada puasa sunnah tahunan yang  bernama ayyamul bidh yakni puasa tiga hari setiap bulan disunnahkan dan nilainya terhitung seperti puasa dahr (tahunan), karena amal shalih dalam Islam diganjar sepuluh kali lipat. Berpuasa sehari diganjar seperti puasa sepuluh hari. Maka siapa yang berpuasa tiga hari setiap bulannya, dia terhitung berpuasa setahun penuh. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam At-thirmidzi  : Barangsiapa yang berpuasa tiga hari setiap bulan, maka seolah-olah dia seperti orang yang berpuasa selama-lamanya yang juga diriwayatkan oleh imam Al Bukhari Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari, XI/ 228, no. 3166; Ibnu Majah, V/230, no. 1697.
Ayyâmulbidh adalah hari-hari pada pertengahan setiap bulan Qomariyah ayau hijriyah yaitu tanggal 13, 14 dan 15,  disebut ayyâmul bidh karena kata ayyâm yang berasal dari bahasa arab yang bermakna hari-hari ia bentuk plural dari yaum, sedangkan bidh dalam bahasa arab bermakna putih, sehingga kalau kita gabungkan ayyâmulbidh mengandung arti hari-hari putih. Adapun disebut demikian karena pada tanggal tersebut kondisi bulan sedang purnama dimana bulan memancarkan cahayanya pada Bumi dan meneranginya.
Dari Abdullah bin 'Amr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Puasalah tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang masa." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an Nasai)

 Dan disunnahkan melaksanakannya pada Ayyamul Bidh (hari-hari putih), yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Berdasarkan riwayat Abi Dzarr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 
"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. At Tirmidzi)

Dari Jabir bin Abdillah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
"Puasa tiga hari setiap bulan adalah puasa dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyamul bidh (hari-hari putih) adalah hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. An Nasai dan dishahihkan al Albani)

Terkadang permulaan puasa ini berbeda antara satu negeri dengan negeri lainnya, sesuai dengan permulaan bulan yang ada di sana. Dan jika tidak melaksanakan shaum itu pada Ayyamul Bidl, tidak mengapa melaksanakannya pada awal bulan atau akhir bulan. Dari Mu'adzah ad 'Adwiyah, seseungguhnya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah radliyallah 'anha: "Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa melaksanakan shaum selama tiga hari setiap bulannya?" Aisyah menjawab: "ya". Ia pun bertanya lagi: "Hari-hari apa saja yang biasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shaum?" Aisyah pun menjawab: "Tidak pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum." (HR. Muslim)
Dalam Majmu' Fatawa wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata, "Seorang boleh berpuasa pada awal bulan, pertengahannya, ataupun di akhirknya secara berurutan atau terpisah-pisah. Tetapi yang paling afdhal (utama) dilaksanakan  pada Ayyamul Bidl, yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radliyallah 'anha, "adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa tiga hari setiap bulan, tidak terlalu peduli apakah berpuasa di awal atau di akhir bulan." (HR. Muslim)

Ayyamulbidh dan  pengaruh psikis terhadap  gravitasi bulan 
Selain itu ada keutamaan lain, yaitu Ayyammulbidh ternyata memiliki keterkaitan dengan psikologi manusia. Dikutip dari Nanda Hanifa, Seorang peneliti berkebangsaan Amerika pernah mengadakan penelitian mengenai kondisi kejiwaan manusia ketika terjadi bulan purnama. Penelitian itu menyimpulkan bahwa kondisi kejiwaan manusia saat bulan purnama cenderung lebih labil, emosional, dan tidak terkendali. Semua perasaan menjadi mudah membuncah dari dalam diri. Mudah marah, mudah tersinggung, mudah senang, mudah sedih, pokoknya semua sifat yang ada pada dirinya menjadi lebih mudah teraktualkan kedalam perilaku keseharian. Mungkin inilah salah satu penyebab banyak mitos dan film yang mengaitkan antara monster atau hantu dengan bulan purnama. Dengan Puasa, pada dasarnya menuntun kita agar menundukkan nafsu kita. Ketika kita berpuasa, kita dituntut untuk dapat mengendalikan emosi kita dan menjaga syahwat kita.

Ketika ilmu sains modern mengungkapkan adanya kelabilan emosi manusia saat bulan purnama, Islam telah menganjurkan untuk melaksanakan puasa tepat saat munculnya sang bulan purnama. Islam telah memberi jalan pada umatnya agar tidak terkena pengaruh kelabilan emosi yang terjadi pada tanggal tersebut. Rasulullah menganjurkan kita berpuasa, agar hati kita selalu terjaga dari amarah, nafsu, dan segala sifat buruk lain yang cendrung lebih meluap pada saat itu dibanding saat-saat lainnya.

Apalagi karena kita jarang menggunakan penanggalan qomariyah, sehingga  terkadang sunnah yang begitu mempesona ini terlewatkan. Maka saatnya kita kembali,  ihya ‘us sunnah  menghidupkan sunnah dengan mulai membiasaka  Shaum Ayyamulbidh,   agar semakin terbiasa dengan penggunaan penanggalan hijriyah dan semakin  terkendali jiwa kita.

By Badroe with No comments

0 komentar:

 
google.com, pub-0086328622447233, DIRECT, f08c47fec0942fa0