Berapa umur Anda sekarang? Empat puluh tahun, katakanlah!
Sebagian orang -- merujuk pada pandangan psikologi sekuler -- menganggap umur empat puluh tahun adalah masa puber kedua. Pandangan ini kemudian digunakan sebagai pembenaran untuk berprilaku "nakal" tahap kedua, kenakalan orang dewasa. Sehingga melakukan selingkuh atau sekedariseng nggodain lawan jenis, ketika memasuki usia empat puluh tahun, dipandang wajar. "Ah, itu mah biasa, sedang puber kedua," katanya.
Memasuki usia empat puluh tahun, sejatinya adalah nikmat dan ujian, sekaligus peringatan. Betapa tidak, jika diberi kesempatan hidup hingga tujuh puluh tahun, berarti usia hidupnya di dunia ini hanya tinggal sepertiganya lagi. Apalagi Rasulullaah saw. bersabda: (أعمار أمتي ما بين ستين وسبعين عاما) "umur umatku (rata-rata) antara enam puluh - tujuh puluh tahun." Sungguh tidak patut jika usia krusial itu digunakan hanya untuk menuruti kemahuan nafsu yang cenderung bersifat biologis ansich.
Sejarah telah membuktikan bahwa memasuki usia empat puluh tahun adalah usia penting bagi orang-orang besar yang berhasil mengubah dunia. Muhammad saw. diangkat sebagai Rasul ketika berusia empat puluh tahun. Maka tidak salah jika empat puluh tahun disebut usia kenabian. Kebanyakan tokoh dan pemimpin dunia yang sukses dan berhasil membuat perubahan besar pada bangsanya berusia sekitar empat puluh tahun.
Begitu pentingnya usia empat puluh tahun, al-Qur'an secara khusus menyebutkan:
"... Maka tatkala (manusia) telah sampai pada usia kematangannya dan sampai pada usia empat puluh tahun, (ia) berkata: 'Tuhanku, tumbuhkanlah rasa kecenderunganku untuk mensyukuri nikmatmu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku; (kecenderungan) untuk beramal sholih yang Engkau ridoi; perbaikilah keturunanku; sungguh aku bertaubat kepada-Mu dan (sungguh) aku ini termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Mu."" [al-Ahqaf: 15]
Mengisi Usia Empat Puluh Tahun
Sungguh ayat tersebut adalah petunjuk paling benar dan patut diikuti untuk meraih sukses pada usia empat puluh tahun. Usia yang disebut sebagai usia kematangan manusia dalam berbagai aspek: matang spiritual, matang intelektual, matang emosional, matang sosial dst. Kematangan pribadi manusia itulah yang kemudian melahirkan 5 kesadaran dan kecenderungan yang benar sebagaimana yang diisyaratkan di dalam ayat tesebut:
- Kesadaran Untuk Selalu Bersyukur. Empat puluh tahun dunia telah dihuni. Pahit dan getir sudah cukup dirasa bahkan memadai untuk menjadi pelajaran. Pada saat itulah seharusnya orang mulai sadar, betapa besar karunia Allah yang dianugerahkan kepadanya, baik langsung kepada dirinya mau pun melalui kedua orang tuanya. Sadar betapa waktu sepertiga hayat yang tersisa tidak cukup untuk menebus dosa-dosanya, apalagi memberikan kompensasi atas limpahan nikmat Allah kepadanya. Sangat jauh dan jauh sekali!. Ibnu Mas'ud pernah ditanya tentang cara efektif untuk menebus kesalahan masa lalu. Menurut beliau, ada dua cara, yaitu: menjaga sholat wajib dengan berjamaah dan birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua). Dalam al-Qur'an perintah bersyukur kepada Allah dibarengi dengan perintah bersyukur kepada kedua orang tua. [Qs. 31 : 14]. Sebagian mufassir menjelaskan, bersyukur kepada Allah utamanya dilakukan dengan menunaikan sholat fardu lima waktu, sedangkan bersyukur kepada orang tua dilakukan dengan cara mendoakan mereka setiap usai menunaikan sholat lima waktu.
- Kesadaran Untuk Beramal Sholeh. Waktu tinggal sedikit, kesempatan berbekal nyaris habis, sementara perjalanan masih panjang. Sebelum sampai ke terminal akhir, di surga atau neraka, manusia akan menjalani kehidupan panjang di alam kubur atau alam barzakh, kemudian alam kebangkitan di hari Kiamat, penantian di Padang Makhsar, melewati jembatan shirat kemudian ke surga atau mampir dulu ke neraka. Bahkan ada yang tinggal abadi di neraka jahanam. Memasuki usia empat puluh tahun dengan sisa sepertiga lagi masa kehidupannya di dunia jika ditaqdir berumur 60-70 tahun, sudah sepatutnya orang menyadari untuk segera beramal sholih. Amal yang diredoi oleh Allah dan berpahala besar. Guru saya menyebut, melakukan quantum amal, lompatan dan percepatan untuk meraih pahala besar. Amal sholih yang pahalanya besar itu biasanya terdapat pada amal yang kebaikannya berdampak luas. Amal seperti itulah yang akan memberi passive reward (pahala yang akan terus didapat meskipun pelakunya sudah lama mati). Rasulullah saw. bersabda, "Jika anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya (yakni tidak ada lagi aliran pahala kepadanya) kecuali tiga perkara: Shodaqah jariyah (seperti turut membangun masjid, sekolahan, membuat jalan, menggali sumur untuk kegunaan umum...); ilmu yang bermanfaat (seperti mengajar baca al-Qur'an, mengajar orang sholat, mengajak orang ke tempat pengajian...) dan anak sholeh yang mendoakan selalu orang tuanya." [Hr. Muslim]. Penting untuk diingat: amal sholeh itu punya dua aspek, lahir dan batin. Secara lahir mesti baik, bukan amalan yang dilarang oleh syariat dan secara batin juga baik, niatnya ikhlas karena Allah semata. Jika tidak terpenuhi kedua-duanya, hanya luarnya saja yang baik tapi hatinya tidak ikhlas, atau sebaliknya meski pun niatnya ikhlas tetapi amalan lahirnya bertentangan dengan syariat maka itu bukan amal sholeh namanya. Tapi amal salah.
- Kesadaran Untuk Membangun Kesholihan Anak Keturunan. Memasuki usia empat puluh tahun menyentakkan kesadaran bahwa sebentar lagi kita akan berpisah dengan semua yang kita miliki dan cintai. Bahkan Rasulullah pun diingatkan oleh Jibril: "Wahai Muhammad, hiduplah semau kamu hidup, tapi kamu pasti akan mati; berbuatlah semau kamu berbuat, tapi perbuatanmu itu akan dibalas, dan cintailah semau kamu mencintai, tapi ia pasti akan kamu tinggalkan jua."Mencintai anak keturunan, bukan dengan cara merisaukan bagaimana nasib anak saya sesudah saya mati; apa pekerjaan mereka, apa jabatan mereka...? Orang tua yang mencintai keluarganya adalah mereka yang senantiasa berfikir bagaimana agar keluarganya dan anak keturunannya dapat terbebas dari api neraka. Sebab, di alam kubur yang paling dibutuhkan oleh ahli kubur adalah doa dan kesholehan keluarga yang ditinggalkan. Terutama doa dan kesholehan anak-anaknya. Maka tidak ada perkara yang paling urgent untuk dipersiapkan sebelum kita meninggalkan orang-orang yang kita cintai selain memastikan bahwa mereka menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah.
- Kesadaran Untuk Selalu Bertaubat. Empat puluh tahun telah kita lalui. Untuk ukuran dunia, sudah jauh perjalanan kita. Namun, langkah kaki ini, justru tidak membawa kita semakin dekat kepada Allah, Tuhan yang berhak kita sembah. Bahkan, sering kali kita menyimpang dari jalan-Nya dan melanggar rambu-rambu-Nya. Cukuplah! Perjalanan ini harus mulai kita tata ulang. Kembali ke jalan yang lurus. Jalan yang harus kita tempuh menuju ke harimbaan-Nya dengan selamat dan sejahtera. Itulah taubat, yakni kembali ke jalan Allah setelah sekian lama ditinggalkan dan memilih jalan lain di luar sana. Bertaubat adalah momentum kembali kepada kesucian, kepada fitah, yaitu penghambaan yang tulus dan suci kepada Allah saja. Hasan Bisri menyebut peristiwa pertaubatan itu adalah hari raya yang sebenarnya (Aidul Fitri). Jadi untuk merayakan hari raya, tidak perlu menunggu setahun lamanya. Bahkan dalam setiap menit dan detik, ketika kita mengingat Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa kita itu adalah aidul fitri (kembali kepada kesucian) yang sesungguhnya.
- Kesadaran Untuk Mempertahankan Islam Hingga Akhir Hayat. Perjalanan yang masih sedikit tersisa ini harus dipertahankan pada arah dan alurnya yang benar. Jangan sampai di penghujung sana justru terputus lalu menyimpang. Sekali berkata "aku beriman, selamanya harus dijaga dan dipertahankan." [Qs. 41 : 31] Itulah istiqomah, yaitu sikap teguh dan konsisten meniti jalan kebaikan dan ketaatan kepada Allah hingga ajal menjemput. Allah berfirman (yang artinya), "...dan janganlah kamu mati kecuali kamu sebagai muslimin!" [Qs. 3 : 102]. Takutlah terhadap akhir hayat yang buruk, suul khatimah. Di antara sebab suul khatimah itu adalah sikap tidak konsisten (inconsistency) dalam menjalankan ibadah dan menjauhi saudara-saudaranya yang seiman, tidak tinggal dalam lingkungan dan pergaulan yang kondusif untuk menguatkan keimanannya. Begitu juga sikap suka meremehkan dosa. Walau sekecil apa pun dosa yang diremahkan itu dan dibiarkan menumpuk akan mematikan hati dan menghalangi hidayah. Tidak syak lagi, itu akan membawa suul khatimah.
Akhirnya: orang yang terbangun kesadarannya dan melakukan lima perkara tadi, janji Allah (yang artinya):
"Mereka itulah yang akan Kami terima sebaik-baik amalnya dan akan kami ampuni segala kesalahannya dalam (golongan) ahli surga, sebagai (realisasi) janji kebenaran yang mereka dulu telah dijanjikan."[Qs. 46 : 16]
Judul aslinya : USIA EMPAT PULUH TAHUN: MEMAKNAI PUBER KEDUA
0 komentar:
Post a Comment